Oleh: Rioberto Sidauruk
Ketua DPP HAPI, Pemerhati Globalisasi dan Kebangsaan.
BK, Jakarta,- Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional sebagai simbol kebangkitan kesadaran nasional dan semangat persatuan.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada lahirnya Boedi Oetomo pada tahun 1908, organisasi pertama yang mampu menyatukan masyarakat Indonesia di tengah keberagaman etnis dan budaya.
Boedi Oetomo bukan hanya sekadar organisasi, tetapi juga simbol awal dari semangat persatuan yang hingga kini tercermin dalam ribuan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam konteks itulah, kita harus merenungkan bagaimana menguatkan jiwa kebangsaan kita sekaligus menciptakan ruang bagi inovasi untuk memajukan bangsa.
Wawasan Kebangsaan: Modal Sosial yang Menyatukan Bangsa
Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman yang luar biasa, namun justru dalam keberagaman tersebut terdapat kekuatan besar yang menyatukan kita: wawasan kebangsaan.
Kita tahu bahwa Indonesia menjadi negara bangsa melalui kesepakatan kolektif yang dibentuk sejak Sumpah Pemuda 1928, dimana dicetuskan tekad bersama untuk satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Persatuan ini menjadi modal sosial yang mengikat berbagai suku, agama, dan budaya untuk satu tujuan—Indonesia Merdeka.
Pada akhirnya, pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945 bukanlah sekadar hasil dari revolusi politik, tetapi juga dari kesepakatan moral dan sosial yang lahir dari keragaman itu.
Pancasila: Pilar Negara yang Harus Dijaga
Pancasila, yang lahir pada 1 Juni 1945, menjadi landasan filosofis dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Kelima sila Pancasila mencerminkan nilai-nilai universal yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga negara: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
Namun, dalam perjalanan sejarah, tantangan terhadap Pancasila tidak pernah berhenti. Isu hak asasi manusia, pluralisme, dan perubahan sosial-politik yang begitu cepat sering kali membuat Pancasila terasa terpinggirkan, bahkan dipolitisasi oleh kelompok tertentu.
Padahal, Pancasila adalah dasar negara yang harusnya tetap teguh, tanpa memandang pergantian rezim.
Pancasila harus dipahami sebagai pedoman yang mengikat seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tanpa kecuali.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Alm.BJ Habibie, Pancasila adalah tiang penyangga negara ini, yang harus terus dijaga agar tidak tergeser oleh kepentingan sesaat.
Indonesia dalam Era Globalisasi: Antara Nasionalisme dan Dunia Modern
Di tengah kemajuan dunia yang serba cepat ini, Indonesia berada pada persimpangan antara nasionalisme yang mengutamakan kedaulatan bangsa dan globalisasi yang mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan, dari ekonomi hingga budaya.
Di satu sisi, kita dihadapkan pada arus globalisasi yang mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan, dari ekonomi hingga budaya.
Di sisi lain, munculnya gelombang nasionalisme dan proteksionisme menuntut kita untuk tetap menjaga kedaulatan negara.
Ketegangan geopolitik, ketimpangan ekonomi, dan masalah identitas bangsa semakin mengingatkan kita akan pentingnya wawasan kebangsaan dalam menjaga persatuan.
Sebagai bangsa yang plural, Indonesia harus mampu mengelola keberagaman ini dengan bijaksana, sembari membuka diri terhadap perkembangan dunia tanpa kehilangan jati diri.
Teori M: Paradigma Inovatif untuk Pembangunan Indonesia
Untuk itu, Indonesia membutuhkan pendekatan baru dalam pembangunan yang dapat mengintegrasikan berbagai dimensi kehidupan.
Salah satu paradigma yang dapat diterapkan adalah Teori M, sebuah pendekatan holistik yang mencoba menyatukan berbagai teori dan disiplin ilmu dalam satu kerangka terpadu.
Teori ini terinspirasi oleh fisika teoretis yang menggabungkan elemen-elemen terpisah menjadi satu kesatuan yang utuh.
Dalam konteks pembangunan nasional, Teori M berarti mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan secara harmonis.
Pendekatan ini tidak hanya relevan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, tetapi juga selaras dengan amanat Pembukaan UUD 1945 untuk melindungi tanah air dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peran Ormas: Menjadi Agen Perubahan yang Efektif untuk mewujudkan pembangunan yang holistik dan berkelanjutan, peran organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi sangat krusial.
Ormas memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang dapat memperkuat modal sosial dalam masyarakat.
Dengan kapasitas yang lebih baik, ormas dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa, sama seperti Boedi Oetomo yang berperan penting dalam kebangkitan nasional.
Namun, untuk mencapai itu, ormas perlu memperkuat kapasitas mereka secara sistematis, mulai dari pendidikan formal dan non formal hingga pengembangan bakat individu yang ada dalam setiap organisasi.
Mengembangkan Kapasitas Ormas untuk Mewujudkan Indonesia Maju
Kapasitas intelektual ormas harus dibangun dengan serius. Anggota ormas harus dilatih untuk memahami literatur resmi dan perkembangan terkini dalam berbagai bidang.
Peningkatan etos kerja, disiplin, integritas, serta kerja sama antar anggota dan dengan pihak eksternal juga menjadi kunci penting untuk meningkatkan efektivitas ormas dalam menjalankan peran strategis mereka.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, ormas tidak hanya bisa menghidupkan kembali semangat Boedi Oetomo, tetapi juga menjadi kekuatan sosial yang mendorong perubahan nyata dalam masyarakat.
Pancasila: Menyatukan Modal Sosial dan Inovasi untuk Indonesia Maju
Kesimpulannya, Indonesia berada pada titik penting untuk menguatkan kembali jiwa kebangsaan kita melalui pemahaman Pancasila sebagai dasar negara dan wawasan kebangsaan sebagai perekat bangsa.
Selain itu, dengan mengadopsi Teori M dalam pembangunan dan memperkuat kapasitas ormas, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih berdaulat, sejahtera, dan bersatu.
Untuk itu, mari kita semua menjaga semangat kebangkitan nasional ini dengan konsisten, agar Indonesia mampu menghadapi tantangan zaman dan mewujudkan cita-cita bangsa yang lebih maju dan berkeadilan. ( Rio ).