Oleh: Rioberto Sidauruk
Pemerhati Industri Strategis, saat ini bertugas di Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI
BK, Jakarta,- Industri ride-hailing digital atau dalam bahasa media sosial dikenal dengan layanan ojek online (ojol), layanan transportasi online atau aplikasi transportasi digital adalah layanan daring yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia.
Industri jasa ini memberikan kemudahan dan menjadikannya pilihan utama bagi banyak orang dalam transportasi dan pengiriman barang.
Di balik traffic jasa yang saling menghasilkan keuntungan itu, terdapat perselisihan yang tak kunjung mereda antara aplikator (perusahaan penyedia platform) dan mitra pengemudi (driver).
Aksi demo ojol pada 20 Mei 2025, menggambarkan keresahan yang mendalam dari pihak pengemudi. Aksi ini bukan hanya memengaruhi pengemudi dan aplikator, tetapi juga konsumen yang menjadi korban perseteruan ini.
Keterlambatan layanan, kenaikan tarif yang tidak terduga, serta gangguan operasional lainnya menunjukkan bahwa masalah ini berdampak luas.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari solusi yang dapat meredakan perseteruan ini dan menguntungkan semua pihak, tanpa merugikan konsumen yang pada akhirnya menjadi pengguna utama layanan ini.
Tuntutan Ojol: Menuntut Keadilan
Dalam aksi demo (20/5) pengemudi ojol menyampaikan lima tuntutan utama yang menjadi sumber ketidakpuasan mereka.
Pertama, pengemudi menuntut pengurangan potongan biaya aplikasi, yang dianggap terlalu besar dan membebani.
Potongan antara 20%-30% dianggap tidak adil, mengingat pengemudi juga harus menanggung biaya operasional kendaraan mereka.
Kedua, mereka meminta status pekerjaan yang lebih jelas, dengan harapan pengemudi mendapatkan hak-hak layaknya pekerja tetap, seperti jaminan sosial dan kesehatan.
Tuntutan ketiga adalah revisi tarif layanan. Pengemudi ingin tarif yang lebih adil dan transparan agar ada keseimbangan antara upah yang diterima dan biaya yang mereka keluarkan.
Keempat, driver menuntut penghapusan kebijakan seperti program prioritas dan slot yang dianggap hanya menguntungkan aplikator dan merugikan pengemudi.
Terakhir, pengemudi meminta pemberian sanksi tegas terhadap aplikator yang melanggar regulasi, demi terciptanya sistem yang lebih adil.
Dampak dari aksi ini tentu saja signifikan. Gangguan layanan yang terjadi mengakibatkan keterlambatan dan kesulitan bagi konsumen dalam memperoleh transportasi.
Kenaikan tarif pada jam sibuk pun menjadi beban tambahan bagi pengguna yang sudah terbiasa dengan harga yang terjangkau dan layanan yang cepat.
Titik Perselisihan Ojol
Masalah utama antara aplikator dan pengemudi terletak pada pembagian pendapatan dan kebijakan tarif. Aplikator biasanya mengambil komisi antara 15%-30% dari tarif yang dibayar oleh konsumen.
Hal ini lah yang membuat pengemudi merasa pendapatan mereka tidak sebanding dengan usaha yang mereka keluarkan.
Pembagian ini dianggap memberatkan, apalagi karena pengemudi juga harus menanggung biaya operasional kendaraan, seperti bahan bakar dan perawatan.
Selain itu, kebijakan tarif yang sering berubah tanpa melibatkan pengemudi dalam pengambilan keputusan menjadi sumber ketidakpuasan lainnya.
Pengemudi merasa tarif yang ditentukan aplikasi tidak mencerminkan biaya yang mereka keluarkan, terutama dengan fluktuasi harga bahan bakar dan biaya hidup yang terus meningkat.
Kebijakan bonus dan insentif yang tidak jelas juga memperburuk masalah, karena pengemudi merasa terjebak dalam sistem yang tidak transparan.
Sistem algoritma yang diterapkan oleh aplikator juga menjadi sumber ketegangan. Pengemudi merasa dirugikan oleh sistem yang lebih mengutamakan keuntungan aplikator, dengan tidak memberikan kesempatan bagi pengemudi untuk memilih rute atau tujuan yang lebih menguntungkan.
Ditambah lagi, pengemudi yang tidak dapat memenuhi kuota perjalanan yang ditentukan oleh aplikator sering kali tidak mendapatkan insentif atau bonus, yang membuat mereka merasa dihargai kurang.
Penerimaan Negara dari Industri Ride-Hailing
Perlu dicatat, industri ride-hailing memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara melalui pajak.
Pada tahun 2024, sektor ini menyumbang sekitar Rp 29,97 triliun dari total penerimaan pajak, dengan sebagian besar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan digital dan pajak penghasilan pengemudi.
Pemerintah juga mengenakan pajak atas transaksi digital yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi, memperkuat kontribusi sektor ini terhadap ekonomi negara.
Dengan kontribusi sebesar itu, sudah saatnya negara memberikan perhatian lebih terhadap sektor ini, tidak hanya dalam bentuk regulasi yang lebih jelas, tetapi juga dengan insentif untuk pengembangan industri ride-hailing, agar terus berkembang secara berkelanjutan.
Keseimbangan Kepentingan: Konsumen, Aplikator, dan Pengemudi
Untuk menciptakan solusi yang menguntungkan semua pihak, dialog antara aplikator, pengemudi, dan pemerintah menjadi sangat penting.
Pembagian pendapatan harus lebih adil, dengan mempertimbangkan biaya yang ditanggung oleh pengemudi. Pemerintah perlu mengatur tarif secara transparan, sehingga pengemudi bisa memperoleh upah yang sesuai dengan usaha dan biaya yang mereka keluarkan.
Pengemudi juga harus diberikan jaminan sosial dan perlindungan hukum yang lebih baik, tanpa mengurangi fleksibilitas mereka dalam bekerja.
Aplikator, di sisi lain, harus lebih transparan dalam mengelola insentif dan bonus, serta melibatkan pengemudi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan tarif dan program lainnya.
Bagi konsumen, penting untuk memastikan bahwa perseteruan ini tidak mengganggu kualitas layanan yang mereka terima.
Aplikator harus memastikan tarif yang dikenakan tetap wajar dan tidak memberatkan, serta layanan yang cepat dan efisien tetap terjaga.
Jika semua pihak bekerja sama untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan, maka persoalan ini tidak akan lagi merugikan siapa pun, terutama konsumen.
Kesimpulan: Memberikan Insentif untuk Industri Ride-Hailing
Dengan kontribusi sektor ride-hailing yang mencapai Rp 29,97 triliun bagi penerimaan negara, sudah saatnya pemerintah memberikan insentif lebih lanjut untuk mendukung pengembangan industri ini.
Pemerintah harus memperkuat regulasi, memberikan perlindungan sosial bagi pengemudi, serta mendorong aplikator untuk lebih transparan dan adil dalam menjalankan bisnisnya.
Dengan demikian, industri ini akan terus berkembang dan memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak: aplikator, pengemudi, dan konsumen. ( Rioberto )