Perihal kasus tanah yg terletak di Desa Kolongan Atas, Kecamatan Sonder, Minahasa, yang berakibat dilaporkannya seorang oknum pengacara berinisial LCS alias Louis ke Polda Sulut, terus berlanjut.

Jika pada tahun lalu, kasus ini bergulir dalam ranah pidana yang ketika itu telah naik sampai tingkat penyidikan, kali ini merambat memasuki ranah hukum perdata.

Kendati telah menduduki bahkan telah menikmati hasil tanah yang belum jelas mereka miliki tersebut selama bertahun-tahun, mungkin karena keragu-raguan itu, LCS alias Louis pun mengajukan gugatan atas kepemilikan tanah melalui Pengadilan Negeri Tondano.

Namun gugatan itu malah menjadi bumerang bagi oknum pengacara tersebut karena ternyata, lewat Putusan Nomor 126/Pdt.G/2023/PN.Tnn, gugatan Penggugat (Louis Carl Schramm) ditolak seluruhnya.

Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Erenst Jannes Ulaen, S.H., M.H., dengan anggota Nur Dewi Sundari, S.H., M.H., dan Dominggus Adrian Puturuhu, S.H., M.H., tersebut dalam pertimbangan hukumnya dengan tegas menyatakan,

“Ialah pada saat pembelian sama sekali tidak meneliti hak dan status tanah terperkara, karenanya ia tidak pantas untuk dilindungi”.

Seperti diketahui bahwa Louis Carl Schramm dilaporkan oleh Keluarga Tampi ke Polda Sulut karena pada tahun 2014, memproses penerbitan SHM Nomor 357 di BPN Minahasa atas tanah yang sudah bersertifikat, yaitu SHM Nomor 79 milik Keluarga Tampi yang terbit sejak tahun 1982 dan telah dilakukan pengecekan di BPN Minahasa tahun 2019 serta dinyatakan “telah sesuai daftar” oleh kantor agraria tersebut.

Hal yang janggal pula, Kepala BPN Minahasa pada saat itu yang dijabat oleh Sylvana Ellen Senduk, tetap memproses permohonan sertifikat Schramm, padahal sudah tahu persis bahwa di atas tanah itu sudah ada sertifikatnya.

Donald Anis, seorang pensiunan pegawai BPN yang dihadirkan di pengadilan selaku ahli pun berpendapat, “apabila (Kepala) BPN melakukan penarikan atau pembatalan sertifikat (milik Tergugat, Keluarga Tampi) tanpa ada putusan pengadilan berarti proses itu cacat dan ada sanksi, contohnya ditegur atau ditunda kenaikan pangkat atau jabatan dicabut.

Menurut Billy B. Matindas, Kuasa Hukum Keluarga Tampi, yang mewakili pihak Tergugat dalam perkara perdata itu.

“Putusan hakim sudah tepat, hakim memutus berdasarkan hukum tanpa melihat kedudukan pihak yang berperkara, demikianlah seharusnya penerapan hukum murni”katanya.

“Putusan ini harusnya menjadi amunisi bagi kawan-kawan di Polda untuk melanjutkan penanganan perkara pidana terkait kasus ini”, lanjutnya.

Selaku warga masyarakat yang taat hukum, kita tentunya berharap semua pihak terkait dapat melaksanakan hak dan kewajiban hukumnya, demi Indonesia yang lebih baik.

sumber: https://beritamanado.com/sidang-perdata-kasus-tanah-di-sonder-menangkan-keluarga-tampi/