BK, Tangerang,- Fenomena sulitnya menagih utang meski debitur memiliki aset kerap menjadi masalah pelik di masyarakat. Banyak kreditur mengeluhkan janji-janji kosong dari debitur yang beralasan “tidak punya uang”, padahal mereka masih memiliki aset berharga seperti properti, kendaraan, atau barang berharga lainnya. ( Tangerang, 21 Juli 2025  )

Menurut pakar keuangan, Dr. Budi Santoso, aset yang dimiliki debitur sering kali tidak likuid, sehingga sulit dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu singkat. “Banyak debitur enggan menjual aset karena alasan emosional atau strategis, seperti menunggu harga pasar yang lebih baik,” ujarnya. Namun, dalam ajaran Islam, melunasi utang adalah kewajiban yang ditekankan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 282: “…Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

Kasus seperti ini, kata Budi, bisa diselesaikan melalui komunikasi yang terbuka. Kreditur disarankan mengusulkan solusi kreatif, seperti menyewakan aset untuk menghasilkan dana atau membuat perjanjian tertulis dengan tenggat waktu jelas. “Jika komunikasi buntu, langkah hukum seperti gugatan pidana bisa menjadi opsi, meski harus dipertimbangkan dengan cermat karena biaya dan waktu yang dibutuhkan,” tambahnya.

Salah seorang kreditur, Adi mengaku frustrasi karena debitur yang berutang Rp 25 juta terus menunda pembayaran dengan alasan tidak punya uang, padahal memiliki tanah di pinggiran kota, 3 bidang kontrakan “Saya sudah coba negosiasi, tapi selalu dijanjikan tanpa kepastian, bahkan terakhir ini dihubungi lewat wa, tidak ditanggapi sama sekali” keluhnya.

Pakar hukum, Dr. Indah Lestari, menyarankan agar kreditur memiliki bukti utang yang kuat, seperti perjanjian tertulis atau bukti transfer, untuk memperkuat posisi jika harus mengambil jalur hukum. “Jika debitur terbukti memiliki aset, pengadilan bisa memerintahkan penyitaan atau lelang aset untuk melunasi utang,” jelasnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Jiwa seorang mukmin masih terkatung-katung (terhalang dari surga) karena utangnya hingga utang itu dilunasi.” (HR. Tirmidzi).

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya literasi keuangan dan amanah dalam melunasi utang sesuai ajaran agama. Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam mengelola utang dan aset agar terhindar dari konflik serupa. ( A.K )

Penulis: RTB Ahmad Suradijaya, S.Pd.I.