Sumber hukum acara perdata adalah perundang-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional, adat kebiasaan, hingga doktrin.
Dalam Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi Perkara Perdata, Bambang Sugeng dan Sujayadi mendefinisikan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim (pengadilan).
Kemudian, Wirjono Prodjodikoro menerangkan bahwa hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan serta bagaimana pengadilan harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Sumber hukum acara perdata tersebar dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun disarikan dari diktat yang disusun oleh Sri Hartini, sumber-sumber hukum acara perdata, antara lain:
- Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan Dan Acara Pengadilan- Pengadilan Sipil. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU 1/1951 menerangkan bahwa hukum acara perdata pengadilan negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Undang-undang Darurat menurut peraturan Republik Indonesia terdahulu, yang telah ada dan berlaku untuk pengadilan negeri dalam wilayah/daerah RI dahulu. Adapun undang-undang yang dimaksud antara lain HIR dan RBg. Sebagai catatan, berlakunya dua aturan ini ditegaskan dalam SEMA 19/164 dan SEMA 3/1965.
- Her Herziene Indonesisch Reglement (“HIR”) atau Reglemen Indonesia Diperbarui, S. 1848 No. 16 jo. S. 1941 No.44. Peraturan ini khusus untuk daerah Jawa dan Madura. Selain memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata, HIR juga memuat ketentuan-ketentuan hukum acara pidana. Namun, setelah diundangkannya KUHP, ketentuan hukum acara pidana dalam HIR tidak lagi berlaku.
- Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”) atau Reglement Daerah Seberang, S. 1927 No. 227. Peraturan ini untuk daerah luar Jawa dan Madura.
- Reglement of de Rechterlijke Organissatie in het bellid der justie in Indonesia (“RO”) atau Reglemen tentang organisasi kehakiman.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)/Burgerlijk Wetboek (BW) Buku IV tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa (Pasal 1865 s.d. 1993) dan Wetboek van koophandel (“WVK”) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada Pasal 7, 8, 9, 22, 23, 255, 258, 272, 273, 274, dan 275.
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata khusus untuk perkara mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran melalui pengadilan niaga.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan. Mengatur tentang peradilan ulangan di Jawa dan Madura, mulai berlaku pada 24 Juni 1947. Untuk wilayah luar jawa berlaku ketentuan RBg Pasal 199 s.d 205.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Mengatur tentang kekuasaan kehakiman dan hukum acara secara umum dan hukum acara perdata secara khusus.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata khusus untuk memeriksa, megadili, memutuskan, dan menyelesaikan perkara perdata mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Mengatur tentang susunan Mahkamah Agung, kekuasaannya, serta hukum acara yang berlaku.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Mengatur tentang peradilan umum, dari kedudukan, susunan, hingga kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Lebih rincinya, aturan hukum acara perdata dimuat dalam Pasal 50, 51, 60, dan 61.
- Yurisprudensi: mengisi kekosongan, kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam peraturan hukum acara perdata.
- Perjanjian internasional.
- Adat kebiasaan.
- Doktrin atau ilmu pengetahuan.
- Instruksi, surat edaran, dan peraturan Mahkamah Agung. Diterangkan Sudikno Mertokusumo (1993), instruksi, surat edaran, dan peraturan Mahkamah Agung tidaklah mengikat seperti halnya udang-undang, namun merupakan sumber hakim dalam menggali hukum acara perdata maupun hukum perdata materiil.
Sumber : Hukum Online
https://www.hukumonline.com/berita/a/sumber-sumber-hukum-acara-perdata-lt66500a1f97497/